Senin, 20 September 2010

Obat Stroke Batang Otak | Testimoni Kesembuhan Ibu Agian Isnanauli | 86% Batang Otak Rusak










Ibu Agian merupakan korban mal praktek di sebuah rumah sakit di Jakarta. Terjadinya kasus mal praktek itu menyebabkan 86% otak dari Ibu Agian mengalami kerusakan parah. Suami korban, Hasan Kusuma, sempat mengajukan permohonan Euthanasia atau suntik mati untuk istrinya kepada DPR RI karena harapan hidup Ibu Agian amat kecil dan biaya perawatan yang sangat mahal.

Menurut cerita Hasan, kondisi kesehatan istrinya kini terus membaik tak lain karena Ibu Agian mengonsumsi Tahitian Noni Juice sebagai Obat Stroke-nya. Dulu Ibu Agian harus menelan sekitar 46 jenis obat sehari yang harganya Rp 1 jutaan. Berkat Tahitian Noni Juice sebagai Obat Stroke-nya, konsumsi obat berangsur berkurang hingga tinggal 3 jenis sehari. Kesehatannya berangsur pulih, harapan hidupnya kembali hadir. Tentu ini perlu disyukuri sebagai Rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Jadi, Tahitian Noni Juice dapat digunakan sebagai Obat Stroke.





Ny. Agian Bangun dari Tidur Panjang
SUDAH BISA NGAJI dan NYANYI

Sehari setelah melahirkan anak keduanya, Raygie Atilla Nurullah Kesuma pada 20 Juli 2004, Agian Isna Nauli (33) koma berkepanjangan (NOVA 863). Kondisinya yang sangat memprihatinkan, sempat membuat sang suami putus asa dan sempat mengajukan permohohan suntik mati untuk istrinya. Kini, keadaan Agian mulai membaik. Ia juga sudah bisa berkomunikasi. 

"Mami sudah makan?"
"Sudah."
"Makan apa tadi?"
"Jengkol."

Pengunjung kamar nomor tiga di paviliun Soepardjo Roestam RSUPN Cipto Mangunkusumo, tempat Agian Isna Nauli Siregar (33) dirawat, serentak tertawa mendengar dialog itu. Jawaban Agian memang menggelitik. Tentu saja ia belum boleh makan jengkol. Selama ini, makanan yang diterimanya masih berbentuk cairan yang dimasukkan lewat selang. Namun, belakangan ini, ia mulai bisa menelan bubur atau havermouth yang diberikan tiga kali sehari.

Menyaksikan dan mendengarkan langsung celetukan-celetukan Agian membuat siapa pun yang ada di kamarnya terharu, tertawa, sekaligus kagum akan keajaiban Tuhan. Sejak sekitar sebulan silam, sedikit demi sedikit Agian mulai bisa berkomunikasi. Meski kata-kata yang diucapkannya masih terbatas, ia bisa menjawab pertanyaan, menerima telepon, mengekspresikan perasaan, mengaji, bahkan menyanyi.

Namun, anggota tubuhnya belum berfungsi sempurna. Tangannya masih belum bisa digerakkan, bahkan saat ditemui pada hari Kamis (6/1) sore, masing-masing tangannya tergenggam erat. Esok dan lusanya, di tangan kanannya tampak tergenggam botol spray pengharum tubuh, yang sengaja diletakkan di situ agar saraf tangannya tak lagi kaku.

PROTES BILA "DIDIAMKAN" 
Lantaran belum bisa menggerakkan tangan, bila lukanya yang hampir mengering sedang gatal seperti yang terjadi belakangan ini, Agian hanya bisa mengeluh. Ia tak bisa menunjukkan atau mengatakan letaknya. Dini atau Ninda dari LBH Kesehatan yang sebulan belakangan bergantian dengan Hasan menjaga Agian, hanya bisa mengira-ngira lokasinya. "Kalau kakinya saya gelitik, dia belum bisa merasakan geli," ujar PS Hasan K, suami Agian.

Selain itu, mata Agian juga belum bisa melihat secara sempurna, meski melek layaknya orang normal. Ia baru bisa mengenali orang dari suaranya, itu pun terbatas pada orang-orang yang sudah sering menjenguknya, atau jika ia diberitahu siapa yang sedang berbicara. Sebaliknya, pendengaran Agian justru tergolong tajam. Bila ada yang menanyakan kondisinya pada Dini dan Ninda dengan suara lirih, Agian akan menimpali, "Ngomongin gue ya?"

Sejak sadar kembali, tampak sekali Agian sosok yang ceria. Menurut Hasan, sejak dulu memang istrinya berpembawaan seperti itu. "Orangnya ceplas-ceplos kalau ngomong. Sekarang juga begitu, tapi komunikasinya memang belum sempurna. Ucapannya masih seenaknya," papar Hasan.

Saat ditanya tentang kabar suaminya, misalnya, Agian menjawab benci. "Benci tapi rindu," tutur Agian lalu terbahak dengan ucapannya sendiri. "Benci benci benci," pancing Dini. Agian dengan cepat meneruskan bait lagu lama milik Ratih Purwasih itu. "Tapi rindu jua. Bila ingat kau sakiti hatiku," ujar Agian dengan mata yang tetap terkatup. Lalu, saat dipancing lagu Sepanjang Jalan Kenangan, Agian juga dengan lancar meneruskan liriknya.

Menurut Ninda, pada Jumat (7/1) lalu, setelah dipancing, Agian juga menyanyikan lagu My Heart Will Go On milik Celine Dion yang jadi soudtrack film Titanic. "Tadi malam
kami juga mengaji surat Yaasiin. Waktu kami salah baca, dia langsung mengingatkan, 'Salah tuh'," papar Ninda sambil tersenyum. Agian yang akrab disapa Mami oleh Ninda dan Dini, memang hafal beberapa surat Al Quran.

Saat dibacakan Fatihah dan beberapa surat Al Quran oleh seorang pengunjung Sabtu (8/1) siang lalu, Agian langsung mengikuti sampai selesai. Bahkan, ia membaca lebih cepat dari penuntunnya. Namun, di tengah mengajinya, ia berteriak kegatalan.

Kalau sedang "rajin" bicara, Agian akan terus "meladeni" ucapan-ucapan yang dilontarkan orang di sekitarnya. Bahkan, saat Dini dan Ninda mengobrol sendiri pun, Agian protes. "Kok diam? Kamu udah enggak sayang sama aku lagi, ya?"

INGAT MAMA YANG TIADA 
Agian memang sudah sanggup merespon keadaan sekitarnya. Saat mendengarkan tayangan Aceh di teve, Agian bisa berkomentar kasihan pada rakyat Aceh. Ia juga sempat menanggapi tayangan teve tentang dirinya yang mulai siuman di sebuah acara. "Agian? Kok Agian?" tutur wanita yang bila ditanya namanya, akan menambahkan kata Margaretha di tengahnya. Kalau dibetulkan, dia "ngotot". "Margaretha aja ah."

Celetukan Agian terkadang membangkitkan suasana segar dan haru. "Kadang kami nangis melihat Mami sedih. Terkadang ia ingat anak bungsunya dan mengeluh sendiri, 'Aduh Raygie, kasihan benar kamu. Sama siapa sekarang kamu Nak?' Lalu, beberapa hari terakhir ini dia sering memanggil-manggil ibunya yang sudah meninggal," papar Ninda.

Saat dijenguk, Agian yang rambutnya diikat di puncak kepalanya ini memang sempat memanggil ibunya. "Mama Di mana kau Mama? Tega banget Mama meninggalkan aku yang lagi begini. Jangan tinggalkan aku," tiba-tiba Agian mengeluh. Lantaran ini pula ia kadang susah tidur pada malam hari. "Aku sedih," ujarnya dengan air mata meleleh.

Dini langsung mengambil telepon genggamnya dan memperdengarkan kembali rekaman suara Agian saat ngobrol dengannya, di telinga Agian. Ibu dua anak ini langsung terkekeh-kekeh mendengar ucapannya sendiri.

Sehari-hari sejak Agian mulai bisa bicara, Hasan, Dini dan Ninda selalu berusaha mengajaknya berbicara agar ingatannya kembali pulih. Sampai sekarang, Agian memang masih harus dipancing untuk mengeluarkan kata-kata. "Tapi ada juga kata-kata yang bisa diucapkannya sendiri tanpa diajari. Perkembangannya cukup bagus kok. Waktu pertama bisa ngomong, dia ha nya mau bicara dua patah kata. Kalau diajak bicara lagi, dia akan berteriak kecapekan. Sekarang pun kalau capek, dia pasti akan bilang," papar Dini.

BANTUAN DARI POSO 
Kegiatan Agian sampai sekarang masih terbatas pada makan, tidur, bercakap-cakap atau mendengarkan lagu dan pengajian melalui earphone. Tiap Senin sampai Jumat, ia juga mendapat fisioterapi. Wanita cantik berkulit putih ini mendapatkan makanan, susu dan jus yang dimasukkan lewat selang, dan tiga kali sehari sudah bisa menyantap bubur lewat mulut.

Perkembangan Agian yang sedemikian pesat tentu saja menggembirakan Hasan. Ia mengatakan, istrinya cepat sadar berkat bantuan nonmedis, baik pengobatan alternatif yang diberikan oleh perseorangan maupun doa dari berbagai lembaga keagamaan di Indonesia. "Ia sadar setelah dibantu Ibu Lidya dari Poso. Ia datang jauh-jauh datang ke Jakarta setelah melihat kondisi istri saya di teve," ujar Hasan yang tak menolak bantuan dari siapa pun.

Agian mulai sadar sebulan lalu. Saat itu ia berteriak. "Setelah itu pihak RSCM menelepon saya. Saya yang waktu itu sedang bersama Ibu Lidya, secepatnya datang ke rumah sakit. Tak terkira bahagianya hati saya. Peristiwa ini membuat saya makin yakin, tidak ada satu hal pun yang mungkin terjadi tanpa kehendak Tuhan," tandas Hasan.

Bila sedang tak bekerja, Hasan rajin membangkitkan ingatan istrinya. Ia mengenalkan kembali anak sulung mereka, Ditya Putra Mardika (9). "Saya berharap ingatannya akan kembali dan bisa berbicara seperti semula. Meski sekarang komunikasinya belum
terlalu bagus, minimal dia bisa menyebut nama Tuhan. Sungguh saya bersyukur banget."

Dikatakan Hasan, ia juga bersyukur permintaannya untuk menyuntik mati sang istri tak bisa dilaksanakan. Ia juga bahagia banyak yang memperhatikan Agian, termasuk dari Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari. "Persis malam takbiran silam, Menteri Kesehatan menyatakan membebaskan biaya atas perawatan Agian. Katanya, negara akan menanggung sepenuhnya," ujar Hasan bersyukur.

Kalau pun ada yang disesalkan Hasan, ia diberitakan meninggalkan istrinya selama sebulan. Ia mengaku memang ke Aceh untuk jadi relawan, namun hanya seminggu. "Saya tersentuh untuk ikut membantu mereka. Selain itu, kepergian saya ini sebagai wujud rasa syukur saya atas sadarnya kembali Agian," papar Hasan.

KELUARGA FAKTOR UTAMA 
Menurut dr. Herman Sy. Sp. S. MARS (ahli neurologi dari Unit Perawatan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Umum Pavilyun Kartika), stroke yang merupakan gangguan aliran darah ke otak, pembuluh darah bisa tersumbat atau pecah.

Menurut Herman, pembuluh darah bisa tersumbat atau pecah jika ada faktor risiko yang memicunya. Misalnya hipertensi, kencing manis, obesitas, maupun rokok yang mempersempit pembuluh darah. "Tapi, ada yang merangsang lagi, yaitu stres. Jika stres tinggi, hal ini akan makin memicu stroke. Karena itulah harus dicari penyebab stres dengan konsultasi ke psikiater," ujar Herman yang dihubungi NOVA, Jumat (8/1).

Herman menambahkan, "Orang biasa mengatakan stroke berat dan ringan. Sebenarnya, ini tergantung seberapa luas kerusakan pembuluh darah tersebut. Jika orang sampai koma, berarti ada gangguan di bagian kesadarannya, yaitu kesadaran menurun. Sudah pasti rusaknya besar. Tapi, dengan pengobatan mutakhir, kerusakan ini masih bisa diperbaiki."

Seseorang yang tersadar dari koma, menurut Herman, boleh diajak bicara. "Sekali dia sadar, boleh diajak ngomong. Malah bagus. Berarti, dia tak mengalami kerusakan di pusatnya dan sel-sel untuk bicara, tak kena. Kalau bisa, ajak anggota keluarga yang dekat dengannya dan bisa ngomong banyak dengannya."

Tak hanya itu, menyanyi pun juga bagus untuk orang tersebut. "Kalau dia mau nyanyi, berarti kemauan dia untuk sembuh masih bagus. Menyanyi, kan, membuat gembira dan bisa melatih mulut," tambah Herman.

Meski seorang pasien sudah bisa bicara, belum tentu dia bisa menggerakkan tubuhnya. Menurut Herman, hal ini karena sel-sel otak yang mengatur berbeda. Namun, hal ini bisa dilatih sedikit demi sedikit. Sementara itu, penggunaan alat-alat bantu juga diperlukan jika si penderita stroke masih mengalami gangguan. "Misalnya, dia terkena di bagian otot matanya. Nah, otot mata ini harus dibantu dengan alat. Bukan tidak mungkin dibantu alat seumur hidup. Tapi juga harus dilatih," tuturnya.

Lebih jauh Herman menegaskan perlunya dukungan dari pihak keluarga. "Keluarga hampir 100 persen berperan. Ajak anggota keluarga yang paling disenangi oleh si penderita. Latihan-latihan fisik pun boleh dilakukan oleh keluarga. Misalnya, bagian mana dari tangan yang bisa digerakkan, bagaimana bikin dia jalan. Kalau pakai pelatih, kan, paling hanya 1 jam. Sisanya, keluarga yang berperan."









Tidak ada komentar:

Posting Komentar